Labels

468x60 Ads

Sunday, June 12, 2011

sistem pengambilan keputusan dalam islam

Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam Dalam Bahtsul Masail

Nahdlatul Ulama dalam setiap mengambil keputusannya senantiasa didasarkan pada permusyawaratan para ulama, termasuk di dalamnya keputusan hukum Islam yang diambil oleh Nahdlatul Ulama terlebih dahulu digodok dalam forum Bahtsul Masail (pembahasan berbagai permasalahan hukum). Sedangkan untuk melaksanakan bahtsul masail tersebut, diperlukan tata cara pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam system pengambilan hukum Islam.
Hal ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang manganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat dan mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat.
A. Penjelasan Umum
Yang dimaksud dengan kitabâb� adalah kutub al madzhahib al arba’ah, yaitu kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah ahlussunnah wal jamaâ’ah.
Yang dimaksud dengan madzhab secara qauli adalah mengikuti pendapat-pendapat yang sudah “jadiâ€� dalam lingkup salah satu al madzhahib al arbaâah.
Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhaji adalah bermadzhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun oleh imam madzhab dari al madzhahib al arbaâah.
Yang dimaksud dengan istinbath jamaâiy adalah mengeluarkan hukum syaraâ’ dari dalilnya dengan qowaid ushuliyyah secara kolektif.
Yang dimaksud dengan qaul dalam referensi madzhab Syafi’i adalah pendapat Imam Syafiâ’i.
Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama madzhab Syafi’i.
Yang dimaksud dengan taqrir jama’iy adalah upaya secara kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu diantara beberapa qaul/wajah dalam madzhab Syafi’i.
Yang dimaksud dengan ilhaq (ilhaqul masail bi nazhairiha) adalah menyamakan hukum suatu kasus /masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan suatu kasus dengan pendapat yang sudah jadi).
Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk membahas suatu kasus/masalah, baik hanya berupa judul� masalah maupun telah disertai pokok-pokok pikiran atau pula hasil pembahasan awal dengan maksud dimintakan tanggapan.
Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil suatu bahtsul masail oleh PB Syuriyah NU, Munas Alim Ulama NU atau Muktamar NU.
B. Sistem Pengambilan Hukum Islam
I. Kerangka Analisis Masalah
Dalam memecahkan dan merespon masalah, maka bahtsul masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah, antara lain sebagai berikut:
Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus) ditinjau dari berbagai factor: a. Faktor ekonomi, b. Faktor politik, c. Faktor budaya, d. Factor social, e. Factor lainnya.
Analisa Dampak (dampak positif dan negative yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang dicari hukumnya) ditinjau dari berbagai aspek antara lain: a. Aspek social ekonomi, b. Aspek social budaya, c. Aspek social politik, d. Aspek lainnya.
Analisa Hukum (keputusan bahtsul masail tentang suatu kasus setelah mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya di segala bidang) disamping mempertimbangkan hokum Islam juga memperhatikan yuridis formal. a. Status hukum (al ahkam al khamsah), b. Dasar dari ajaran / Ahlussunnah Wal Jama’ah, c. Hukum positif.
II. Prosedur Penjawaban Masalah
Keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dibuat dalam kerangka bermadzhab kepada salah satu madzhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qauli. Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut:
Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dari kutubul madzhahib al arba’ah dan disana terdapat hanya satu pendapat dari kutubul madzhahib al arba’ah, maka dipakailah madzhab tersebut.
Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat lebih dari satu pendapat maka dilakukan taqrir jama’iy untuk memilih salah satu pendapat. Pemilihan itu dapat dilakukan sebagai berikut: a. Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahat dan/atau yang lebih kuat. b. Khusus dalam madzhab Syafi’i sesuai dengan keputusan Muktamar ke-1 (1926), perbedaan pendapat disesuaikan dengan cara memilih:1. Pendapat yang disepakati oleh asy Syaikhani (an Nawawi dan ar Rafi’iy). 2.Pendapat yang dipegangi oleh an Nawawi. 3. Pendapat yang dipegangi oleh ar Rafi’iy. 4.Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama. 5.Pendapat ulama yang terpandai. 6.Pendapat ulama yang wara’.
Dalam kasus tidak ada pendapat yang memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul masail bi nazhairiha secara jama’iy oleh para ahlinya. Ilhaq dilakukan dengan memperhatikan mulhaq, mulhaqbih, dan wajhul ilhaq oleh para mulhiq yang ahli.
Dalam kasus tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama’iy dengan prosedur bermadzhab secara manhaji oleh para ahlinya. Yaitu dengan mempraktekan qawaid ushuliyah oleh para ahlinya.
C. Hirarki dan Sifat Keputusan Bahtsul Masail
Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan Nahdlatul Ulama yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalkan.
Suatu hasil keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dianggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh Pengurus Besar Syuriyah Nahdlatul Ulama tanpa harus menunggu Munas Alim Ulama maupun Muktamar.
Sifat keputusan dalam bahtsul masail tingkat Munas dan Muktamar adalah: a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah disiapkan sebelumnya dan atau, b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang luas dalam segala bidang.
Sebagai forum tertinggi di NU, Muktamar dapat mengukuhkan atau menganulir hasil Munas.
D. Kerangka Analisis Tindakan
Kerangka analisis tindakan, peran dan pengawasan efektifitas hasil bahtsul masail (apa yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari bahtsul masail, siapa yang akan melakukan, bagaimana, kapan dan dimana hal itu hendak dilakukan serta bagaimana cara sosialisasi mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai dengan keputusan) maka perlu memperhatikan aspek-aspek berikut ini:
Aspek politik (berusaha agar hasil bahtsul masail dapat dijadikan sebagai sarana mempengaruhi kebijakan pemerintah).
Aspek budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap hasil-hasil bahtsul masail melalui berbagai media massa dan forum (seperti majlis ta’lim dan sebagainya).
Aspek ekonomi (meningkatkan kesejahteraan masyarakat).
Aspek social (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, lingkungan hidup dan lain sebagainya).
Demikian Keputusan Muktamar 31 Nahdlatul Ulama tahun 2004 di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah.

0 komentar:

Post a Comment